Tugas 4 Ilmu Budaya Dasar: Seni Lukis dan Seni Lainnya; Musik Daerah




"The Persistence of Memory" by Salvador Dali 1931

Aliran: Surealisme

Pelukis dan lukisannya pasti memiliki suatu yang berkaitan satu sama lain. Tidak terkecuali lukisan “The Persistence of Memory” yang dilukis oleh Salvador Dali pada tahun 1931 ketika ia masih berusia 28 tahun. Lukisan ini, sekarang berada di Museum of Modern Art (MoMA) di Amerika. Pihak museum tersebut tidak pernah membeli lukisan Salvador Dali ini, melainkan ada seseorang yang mendonasikan lukisan “The Persistence of Memory” ini kepada MoMA. Sebelumnya, lukisan ini pertama kali diakui dan dipamerkan di Julien Levy Galery di New York City, Amerika. Berbagai kabar bermunculan bahwa pemilik galery tersebut, yakni Levy, merupakan pendonasi lukisan milik Salvador Dali tersebut. Namun kabar ini masih belum jelas kebenarannya sampai saat ini.

“The Persistence of Memory” ini sendiri memiliki makna yang sangat dalam yang membuat lukisan ini menjadi sangat terkenal di seluruh dunia. Pada lukisan tersebut, tedapat beberapa simbol yang dapat kita lihat dengan kasat mata. Simbol-simbol tersebut antara lain, sebuah bukit, jam, gurun, dan semut. Lalu apakah maksud dari simbol-simbol tersebut?

Bukit yang berada sebagai latar lukisan merupakan sebuah bukit yang berada di Cape Creus, Catalonia, sebuah tempat dimana Salvador Dali dilahirkan. Tepatnya pada kota Figueres, Catalonia, Spanyol. Menurut Dali, jam yang nampak seperti meleleh merupakan waktu yang tidak memiliki makna, “time has no meaning”. Pada saat lukisan ini dilukis, Dali merupakan orang yang sangat terinspirasi oleh teori Freudian, Sigmund Freud, dan teori hukum relativitas miliki Albert Einstein. Hal tersebut mempengaruhi gaya lukisan Dali yang menyebabkan lukisan “The Persistence of Memory” ini memiliki unsur abstrak. Lalu terdapat pula simbol gurun dan semut. Sebuah gurun merupakan suatu tempat dimana kekosongan hidup. Tidak ada yang dapat dilakukan oleh manusia yang berada di gurun kecuali berjalan menemukan jalan keluar dari gurun tersebut. Hal ini berkaitan dengan waktu dan semut. Semut di dalam lukisan tersebut diartikan menjadi sebuah kerusakan atau kehilangan. Dengan manusia berjalan tanpa penopang hidup di suatu gurun yang sangat panas, cepat atau lambat, waktu akan memakan sisa hidup manusia tersebut.

Lukisan “The Persistence of Memory” milik Salvador Dali ini merupakan bukti bahwa seorang seniman memiliki ciri khas yang tidak dimiliki orang lain bahkan seniman lain. Selain itu, banyak sekali persepsi yang mengartikan apa makna dari lukisan ini. Namun, untuk benar-benar mengartikan lukisan “The Persistence of Memory” ini, satu-satunya cara adalah untuk memahami dan merasakan apa yang Dali rasakan ketika ia melukis lukisan ini.

 

  

Sejarah Perkembangan Musik Daerah Jawa

 https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjCRiEijezri3veSG06EcK-rwFW-7m9F6rsapjY-xnpjK6GvAk3vBs43qpjnCllmeamlWnqbiSF3p3ny6apoun0xD4otyiTsGmIHeZJaxTMLReNSoaEyx7OqiiEFbljoTKmS6uI3gHS1Yk/s1600/Perkembangan+Musik+Daerah.jpg

Pemunculan musik daerah sangat beragam sesuai dengan keragaman budaya setempat. Berbagai macam adat istiadat, pandangan budaya, dan sistem religi seha sistem sosial yang ada mempengaruhi warna dan karakteristik musik daerah. Hal yang sama terjadi pada musik gamelan Jawa. Musik gamelan Jawa merupakan manifestasi atau perwujudan dan tata kehidupan orang Jawa, yang secara filosofis tercerinin dan initologi sejarah kelahiran gamelan Jawa itu sendiri. Gamelan Jawa merupakan salah satu bentuk musik yang digunakan sebagai media untuk mengekspresikan atau mengungkapkan isi jiwa orang Jawa.
Menurut sejarahnya, gamelan Jawa lahir seiring dengan datangnya para iinigran yang membawa kepercayaan Hindu ke Indonesia. Menurut pujangga Ronggowarsito dalam bukunya Pustaka Raja Purwa, menyebutkan bahwa gamelan Jawa terdapat di Indonesia sekitar tahui:i 326 Caka (404 Masehi). Menurut kepercayaan Hindu, gamelan diciptakan oleh Batara Indra atas perintah Hyang Gin Nata yang diberikan kepada Raja Karna dan negeri Purwacarita. Selain itu, di Jawa juga ter&pat dongeng-dongeng rakyat, seperti Aji Saka yang menunjukkan bahwa Hindu begitu kuat pengaruhnya dalam system kehidupan masyarakat Jawa.

Keunikan Karya Musik Daerah

Kemunculan musik daerah di wilayah nusantara tidak jelas waktu dan penciptanya. Akan tetapi, kehadiran musik daerah meiniliki peranan besar dalam mendukung keragaman budaya nusantara. Musik daerah merupakan musik tradisi dan daerah tertentu. Musik daerah hanya berkembang dalam ruang lingkup yang terbatas di wilayah tertentu, dan selanjutnya diwariskan secara turun-temurun dan generasi ke generasi. Musik daerah diciptakan oleh sekelompok masyarakat tertentu sehingga cirri-cirri etnisnya akan muncul pada warna musik tersebut. 
Hal semacam ini dapat dilihat pada setiap lagu daerah. Pada umumnya, lagu daerah menggunakan bahasa dan instrumen (alat musik) daerah setempat dengan gaya, ekspresi, atau penyampaian yang berbeda-beda. Sebagai contoh, lagu-lagu daerah Jawa Tengah menggunakan bahasa Jawa dengan ekspresi lembut dan tenang, sedangkan lingkungan masyarakat yang keras akan memunculkan lagul agu dengan gaya dan irama yang keras pula.
Oleh karena itu, musik daerah banyak diwarnai oleh ciri khusus budaya masyarakat setempat yang menggambarkan pola hidup masyarakat pendukungnya. Musik daerah sama halnya dengan hasil budaya lain yang dapat bertahan dan tetap hidup jika masih ada masyarakat pendukungnya.

Tokoh-Tokoh Seni Musik Daerah

Hampir setiap daerah meiniliki tokoh musik daerah. Seniman atau tokoh musik daerah di antaranya adalah sebagai berikut.
  1. Raden MachyarAngga Koesoemadinata (Jawa Barat). Beliau telah berjasa memberi nama (lambang) dan nada-nada alat musik tradisional Sunda berupa da, ini, na, ti, Ia sehingga memungkinkan musik daerah ini dapat dikembangkan dan dipelajari oleh daerah lain.
  2. Koko Koswara /Mang Koko (Jawa Barat). Tokoh ini merubah nada dasar da ini na ti/a da untuk tangga nada pelog dalam tiga nada dasar. Selain itu, Mang Koko menciptakan beberapa lagu Sunda, di antaranya adalah Sekar Gending.
  3. Daeng Soetigna (Jawa Barat). Jawa Barat selain meiniliki alat musik berupa gamelan, juga terkenal dengan alat musik tradisional berupa angidung. Semula angklung disusun berdasarkan tangga nada pelog dan slendro, berkat Daeng Soetigna musik tradisional angklung diubah menggunakan tangga nada diatonis. Berkat usaha beliau pula, seni musik angklung dikenal oleh masyarakat Indonesia maupun mancanegara.
  4. Ki Narto Sabdo (Jawa Tengah). Selain sebagai dalang, beliau merupakan tokoh musik gamelan yang banyak menciptakan lagu-lagu dolanan (mainan), seperti Ayo Praon, Lumbung Desa, dan Lesung Jumengglung. Selain itu, beliau juga menciptakan lagu-lagu dengan berbagai versi, di antaranya Parahyangan versi Sunda dan Selendang Ungu versi Bali. Berikut contoh lagu Jawa yang diciptakan oleh Ki Narto Sabdo berjudul Swara Suling.
Swara suling ngumandhang swarane.
Thutat thulit kepenak unine.
Unine mung nrenyuhake bareng lan ken trung.
Ketipung suling sigrak kendhangane.
(Terjemahan)
Suara suling melengking bunyinya.
Tulat tulit enak didengarkan.
Suaranya merasuk dalam hati bersamaan dengan kentrung.
Ketipung suling sigap gendangnya.
Syair (cakepan) tembang di atas menggambarkan begitu indahnya sebuah sajian musik Jawa yang terdiri dan suling, kentrung, ketipung, dan gendang. Alat-alat musik gamelan tersebut jika dibunvikan secara bersamas ama akan merasuk ke dalam hati dan membuat terhibur hati orang yang mendengarkannya. Selain Ki Narto Sabdo, tokoh musik daerah yang berasal dan Jawa Tengah yaitu Anjar Ani dan Manthous.
Sumber Pustaka: Yudhistira

Komentar